BangkalanJatimPemerintahan

Ini Tanggapan Pakar Lingkungan Terkait Penutupan TPA Oleh Warga

Tampak sampah berceceran di depan kantor Dinas Sosial Kabupaten Bangkalan, Madura

Bangkalan, Wartapos.id – Pasca ditutupnya Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di Desa Buluh, Kabupaten Bangkalan, Madura sejak hari Jum’at (21/2/20) lalu, berdampak pada kocar-kocirnya sampah di tepi Jalan.

Hal ini membuat tercoreng mata sehingga berdampak merugi bagi pemandangan kurang sejuk di Bangkalan, Madura. Dari pantauan Wartapos Sabtu, (29/2/20) sore baik di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) maupun ditepi- tepi jalan tampak penumpukan di jalan Halim Perdana kusuma, mulai dari depan kantor Dinas Sosial Kabupaten Bangkalan, depan perumahan Pondok Halim 2 yang juga telah ditutup oleh warga perumahan karena telah meluber dari tempat yang tersedia.

Pintu gerbang TPA di tutup warga

Pakar Lingkungan yang juga juri nasional penilaian Adipura, Totok, saat dihubungi melalui sambungan telepon menilai, sedikit gambaran mengenai persoalan sampah yang telah menjadi persoalan di semua daerah.

“Sekarang ini daerah tidak harus menitik beratkan sampah pada TPA, harusnya mulai dibangun sortasi itu di kawasan- kawasan pemukiman atau di tiap kecamatan atau kelurahan yang namanya TPS3R (Tempat pengolahan sampah Reuse, Reduce and Recycle, red). Itu yang harus dibangun, sehingga sortasi sudah bisa dilakukan di kawasan itu. Sehingga, reduksinya sudah bisa dikurangi jadi yang masuk ke TPA itu menjadi lebih sedikit.”tutur Totok yang sering diundang oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bangkalan sebagai pembicara dalam beberapa kesempatan tersebut menjelaskan.

Menurut Totok, membangun TPA bukan pekerjaan yang mudah, hal itu karena TPA itu menjadi problem di beberapa daerah terkait ketidaksiapan dan sulitnya menyiapkan lahan TPA.

”Ini tidak bicara Bangkalan ya tetapi secara umum, kayaknya kejadian ini (Bangkalan) pernah terjadi di Surabaya tahun 2001 silam yang kemudian dipindahkan ke Benowo (Surabaya,red) memang warga harus mengerti bahwa saat itu masih diberi tenggang waktu dulu,” ujarnya.

Dia menambahkan, perlu disepakati antara warga dengan pemerintah daerah untuk memberikan solusi. Sebab tidak serta merta yang berdampak timbul resistensi sampah, di kota tentunya semua jadi merugi.

“Surabaya waktu itu diberikan tenggang waktu 1 tahun. Tahun 2000 warga menuntut agar tidak dibuangin sampah dan realisasinya tahun 2001,” papar Totok menceritakan Surabaya.

Totok berharap pemerintah daerah segera menyusun rencana jangka pendek dan jangka panjang, karena warga Desa Buluh dan sekitarnya yang ngotot menutup TPA, umumnya merupakan bentuk kekesalan akibat kebuntuan komunikasi. Sehingga warga yang merasa tertipu, di dholimi dalam rentang waktu yang lama tersebut, kemudian melampiaskan dengan cara tersebut. Namun, warga juga harus diketuk hatinya karena hal ini juga menjadi problem bagi saudara-saudara yang lain.

“Ini harus segera diselesaikan, saya belum tahu pemkab ini solusinya apa dengan situasi seperti ini.” Tutup Totok mengakhiri.

Reporter : Ahsan

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button